pcpmiimojokerto.com

Matahari Kembar dan Penguasa yang Takut Fajar

Seorang pemimpin idealnya hadir sebagai penunjuk arah—pembuka jalan yang mampu memetakan rute paling efektif menuju kemajuan bersama. Namun, ada kalanya seorang pemimpin justru terperangkap dalam jebakan yang ia bangun sendiri: menciptakan labirin kekuasaan, kebijakan, dan retorika yang rumit, bukan demi menyelesaikan masalah, melainkan untuk mempertahankan kendali.

Pemimpin yang membuat labirinnya sendiri sering kali tampil dengan citra kuat dan visioner, namun kenyataannya mereka menutup celah partisipasi, mengaburkan transparansi, dan mempersulit akuntabilitas. Keputusan-keputusan dibuat dalam sistem yang berbelit, sehingga kritik kehilangan pegangan dan solusi tertunda dalam kabut birokrasi. Mereka menciptakan sistem yang hanya dapat dipahami oleh segelintir orang di lingkar kekuasaan, seolah-olah kompleksitas adalah simbol kecanggihan, padahal seringkali hanyalah tirai bagi kegagalan atau ketakutan akan kehilangan kendali.

Labirin itu, lambat laun, menjadi penjara yang mengekang bukan hanya rakyat, tetapi sang pemimpin itu sendiri. Ketika arah tersesat, dan suara-suara dari luar tidak lagi mampu menembus dinding-dinding rumit yang dibangunnya, kepemimpinan pun kehilangan makna dasarnya—melayani.

Seorang pemimpin sejati seharusnya menciptakan jalan yang terang, bukan labirin yang membingungkan. Keterbukaan, kesederhanaan dalam birokrasi, dan kemauan untuk mendengar adalah fondasi bagi sebuah pemerintahan yang sehat. Sebab pada akhirnya, kekuasaan bukanlah tentang menciptakan struktur yang mempersulit, tetapi tentang membangun sistem yang memudahkan rakyat mencapai kesejahteraan.

Ambisi kekuasaannya hanya kebinatangan dan ketakutan pada matahari kembar. Ia membangun labirin bukan untuk mencari kebenaran, melainkan untuk bersembunyi darinya. Setiap lorong yang ia ciptakan adalah cermin dari kecemasan—takut kehilangan tahta, takut pada terang yang menyingkap kelemahan, takut pada suara-suara yang tak bisa ia kendalikan.

Ia memerintah dengan naluri purba: mencengkeram, mencakar, menggeram pada siapa pun yang mendekat pada pusat kuasanya. Padahal, matahari kembar itu—simbol dari perubahan dan kesadaran—tak bisa diredam dengan bayang-bayang panjang tembok kekuasaan. Ia bisa menunda fajar, tapi tak bisa menghentikan terbitnya dua cahaya yang lambat laun akan membakar ilusi.

Dalam labirin yang rumit itu, sang pemimpin berlari dalam lingkaran, dikejar bayangannya sendiri. Semakin dalam ia masuk, semakin jauh ia dari rakyatnya, dari nuraninya, dan dari sejarah yang suatu hari akan menuliskan namanya: bukan sebagai pembebas, melainkan sebagai arsitek kebingungan dan penguasa yang takut pada terang.

Sebab kekuasaan tanpa keberanian untuk diterangi, hanyalah ketakutan yang menyamar sebagai kendali.

Dalam konteks ini, analisis Michel Foucault tentang kekuasaan dan pengetahuan menjadi relevan. Foucault berargumen bahwa kekuasaan tidak hanya menindas, tetapi juga memproduksi “kebenaran” tertentu yang berguna bagi penguasa. Labirin sang pemimpin adalah upaya memonopoli pengetahuan, mengaburkan akses publik, dan menetapkan narasi tunggal agar rakyat tersesat dalam versi kenyataan yang ia ciptakan.

Namun labirin itu juga mencerminkan apa yang disebut oleh Erich Fromm sebagai “ketakutan akan kebebasan” (fear of freedom). Seorang pemimpin yang tidak benar-benar matang secara moral akan merasa gentar pada rakyat yang tercerahkan, karena terang kesadaran mengancam stabilitas kekuasaan absolut. Dalam alegori “matahari kembar”, kita bisa membaca simbol dari dua kekuatan: rasionalitas dan kesadaran kolektif—keduanya menjadi ancaman bagi kekuasaan yang dibangun atas insting kebinatangan dan manipulasi.

Pemimpin yang membangun labirinnya sendiri adalah sosok yang lebih digerakkan oleh naluri mempertahankan kekuasaan daripada visi melayani. Ketakutannya pada “matahari kembar”—yakni kesadaran rakyat dan kebenaran yang tak bisa dikendalikan—mendorongnya menciptakan sistem yang rumit dan tertutup. Dalam kacamata teori Foucault, Fromm, dan Acton, tindakan ini mencerminkan ketakutan terhadap kebebasan, penyalahgunaan kuasa, serta manipulasi kebenaran demi mempertahankan kendali. Namun pada akhirnya, kekuasaan yang dibangun di atas ketakutan dan ilusi tidak akan bertahan; sebab terang selalu menemukan jalannya, dan labirin pun, cepat atau lambat, akan runtuh oleh cahaya yang tak bisa dibendung.

 

Penulis : Ical (Opini ini berdasarkan pandangan dirinya sendiri)

admin

Recent News